Selasa, 30 Januari 2018

Kita Sudah Pernah Membahas Ini Sebelumnya

Aku garuk-garuk kepala.

"Aduh, sangat keakuan ya,"

Kamu bilang untuk tidak khawatir. Begitu pula Boni, boneka ungu yang sering kucium sebelum tidur itu, ia tetap memasang wajah datar, tapi aku tidak kesal, tidak pula marah. Mungkin sebaiknya kita tahu kapan harus bisa menjadi generator, tapi bukan mengubah energi listrik.

Kalau sedang tidak ingin pulang ke rumah atau rumah terdengar seperti bukan tempat pulang, biasanya kami akan mengubah uang jadi bensin lalu jadi tenaga penggerak Bebe. Kami keliling kota. Dan dengan sengaja membiarkan Google Maps tidak bekerja. Nyetir kok disetir. Duh kah. Kami mengandalkan posisi matahari dan rasi bintang. Bohong deng. Bekal wani doang.

Kalau sedang khawatir, ada baiknya tidak membuka go-food lalu pesan reno-reno. Iya, sih, healing. Emang selain teman, makan adalah obat paling manjur. Betapa relatable-nya saya dengan quotes-quotes tumblrtpgasido.

Pura-pura saja tidak ada apa-apa. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Lakukan saja seadanya. Efek menyesalnya dipikir nanti saja. Dijalani dulu saja. Yang penting dijalani saja. Meng-handle rasa panik karena hal-hal yang kamu benci tentu menyebalkan, atau setidaknya begitu bagiku.

"Santai aja,"

"Nggak usah dipikir berlebihan,"

Rasanya pingin marah, lalu menenggelamkan diri di lantai Wisma Jerman, karena toh menenggelamkan orang-orang yang menyebalkan tidak efektif, terlalu banyak jumlahnya.

Tapi tidak apa-apa. Seperti kemarahan yang mengalir di jari dan huruf-huruf, rasa khawatir bisa diubah jadi keberanian dan ke-sembrono-an. Di situlah kami perlu hati-hati. Seperti memesan menu di cafe. Jangan pesan yang manis-manis, nanti doi kalah manis. Lalu kebingungan mencari lagu apa yang bisa diputar dan didengar bersama-sama sebelum gigi 1 dipindah ke gigi 2.

Kadang kami kehabisan topik, atau memang ingin diam. Jadi tidak ada lagu yang perlu diputar, juga tidak ada yang perlu digumam-gumamkan. Sepanjang perjalanan kami biarkan lengang, cukup jalanan Surabaya saja yang padat. Biar ada jeda. Antara kami dengan kota. Sehingga kami tidak perlu menambah sumber kalor karena terlalu banyak beraktivitas. Cukup Bebe saja. Dan saya yang mengumpat dalam hati kepada pak-pak atau mas-mas yang merokok di atas motor. Sejauh ini belum ketemu mbak-mbak, sih, makanya belum disebutkan.

Sore itu, kami akhirnya menemukan rasa ingin pulang, juga kangen dengan hal-hal yang familiar. Tapi bekerja tidak semudah itu untuk pergi dulu dan mencari rasa kehilangan. Kami berhujan-hujan. Menikmati kemacetan Ahmad Yani, juga jalan di daerah Taman yang isinya truk semua. Kami mengucapkan terima kasih dan syukur di ujung pagar. Sebelum membukanya, kami membuka bungkusan berisi singkong yang uapnya memenuhi kresek transparan pasca kuikat. Aromanya menggoda. Aku menyomot satu, lalu duduk bersama Bebe. Ternyata Surabaya basah dan singkong hangat adalah obat nomor sekian yang juga manjur untuk mengobati rasa-rasa.






Sebelum memasuki rumah bersama Bebe, tiba-tiba saja Panㅡnama akrab Panikㅡmenepuk pundakku. Sialan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar