Senin, 07 Agustus 2017

Bersabar

Malam ini purnama
Semoga kamuku ada
Dan kita bisa berbincang semalaman
Sebelum aku harus menanti lagi
Sebulan

Sabtu, 05 Agustus 2017

Ingin Berhenti di Dilarang Berhenti

Dia mati. Lalu pagi ini tiba-tiba sepi. Padahal sekarang sudah malam. Harusnya ini diposting tadi pagi.

Ibu minta dibuatkan surat arisan. Tapi Chikem bandel seperti noda yang baru hilang kalau dibasmi rinso setelah 33x kucek diiringi istighfar jangan diselingi umpatan.

Buka laptop, malah buka browser. Lalu tersasar di laman biasanya. Dia lagi, dia lagi. Tapi tetep dibaleni lain hari. Scroll scroll. Ada tautan. Klik. Menyasarkan diri ke tempat yang sudah lama tidak dihampiri.

Tiba-tiba pagi ini nggak jadi sepi. Jadi sedih.

Dasar Chikem. Kalo nggak "lucu" "sedih" ya "gapapa". Sempit sekali kayak rok span paduan suara.

Lucu ya. (Tuhkan.) Mungkin aku terlalu tidak peduli dengan sekitar, ya? Atau aku memang sibuk memedulikan diriku sendiri? Apa bedanya? Beda, sih. Tapi malas menjelaskan. Terserah kamu memaknainya seperti apa.

Kadang hal-hal tidak sesuai seperti yang kuduga karena memang aku bukan cenayang (oh, tentu saja). Dan...kok aku kecewa? Padahal harusnya biasa saja. Toh itu tidak mengejutkan amat.

Harusnya aku lebih bisa biasa saja seperti saat tahu ternyata dia seperti konyaku. Terduga tapi tidak juga. Masih punya efek kejut meskipun ya...tidak juga.

Aku merasa seperti baru saja kehilangan jejak, lalu menemukannya saat aku belum siap. Padahal sudah disiapkan.

Tiba-tiba saja aku merasa insecure. Lagi. Dan aku ingin lari-lari keliling kompleks tanpa perlu ketatap tiang tanda dilarang berhenti.