Rabu, 04 April 2018

Koridor

(1) Saat mood-mu sedang jelek dan LED telepon pintarmu sudah berkedip merah sehingga playlist "mood1" tidak bisa diputar selama perjalanan pusat ke timur, sedangkan parkiran motor di lantai nomor 5, tetapi lift sudah tidak berfungsi selagi malam itu kamu sendirian dengan laptop 14 inci di tas punggung, lebih baik mengulum senyum simpul sambil menyugesti bahwa 2 lantai lagi tidak jauh dan hitung-hitung olahraga daripada merasa kesal dan meningkatkan denyut di kepala menjadi lebih intens. (2) Di tempat sesempit dan sesesak Surabaya menuju dini hari, masih ada mas-mas ber-hoodie biru benhur berkacamata yang mengendarai motor matic menuruni tanjakan parkiran, lalu memutar balik dan menawarkan tumpangan ke lantai 5ㅡyang saat itu tinggal persis satu lantai lagi. (3) Masih banyak orang-orang baik di dunia yang luas sekali ini, seperti mas-mas yang membantu membukakan tangki bensin saat hari ulang tahun Smala, atau mas-mas pengendara motor ninja yang nggak ngebut waktu di jalanan banyak genangan, atau mas-mas pengendara motor bernopol L 5**4 CT yang membantu mengeluarkan motor di parkiran, atau mbak-mbak yang menambahkan porsi thai tea dengan senang hati meski esnya minta sedikit. (4) Semoga kita selalu dimudahkan Tuhan untuk berbuat kebaikan.



Kira-kira kalau UTS penulisan kreatif kalimatnya sepanjang nomor 1, aku dimarahin, dibilang salah kelas, atau bacot ya?

Senin, 02 April 2018

Menggambar di Buku Gambar

tidak ada kata selesai, meski kita memulai. kamu akan terus tersangkut jala-jala lainnya, karena sejak awal kita telah menandatanganinya, kontrak, sah!

waktu itu, kita saling menoleh, tersenyum meringis malu-malu, senang, "akhirnya kita memulai sesuatu yang baru!" padahal kita baru saja menaruh bahagia di atas selembar materai 6000 yang kamu tempel menggunakan air liur.

untuk orang baperan sepertiku, menjalin hubungan yang singkat tentu terasa melelahkan. hal-hal kecil yang punya korelasi sedikit saja dengan kontrak-kontrak itu, akan dengan mudah melemparku ke hari-hari yang lalu. kemudian mereka menggelitikiku, mengejekku, sedang aku tidak dapat berbuat apa-apa selain pasrah, kami tinggal pada garis masa yang berbeda. mereka juga akan dengan mudah memarahiku, membuat daftar kesalahan, mendudukkanku di hamparan rumput dekat sungai sambil mengumpatiku. mereka bisa saja sewaktu-waktu menendangku ke sungai, kalau mau.

mereka meninggalkan bulatan hitam besar di buku gambarku, yang bisa dimaknai sebagai apa saja. sebagai insan yang punya kebebasan dalam mempersepsi dan memiliki kemampuan untuk berpikir kreatif, bulatan hitam itu boleh dilihat sebagai buah karya yang cantik nan artistik, atau sebaliknya, bisa pula dilihat sebagai noda bandel yang sulit dikucek seperti pada iklan-iklan deterjen di televisi yang kini sudah jarang kita temui. aku memilih yang kedua.

sebagai konsekuensinya, aku harus memeras otak yang overdosis kandungan gizi mi instan ini. mengubah noda jadi karya seni yang estetique menurut teman-temanku yang hampir seluruhnya selebgram tentu ciyamiq soro. aku takut postinganku malah menjadi topik hangat untuk di-skrinsyut lalu dibagikan ke ruang obrolan kemudian diforumkan guna dievaluasi bersamaㅡsecara online, tentunya, karena genz tidak punya banyak waktu untuk forum offline. menjadi viral di era yang serba digital ini memang gampang, apalagi di negara yang orangnya lucu-lucu menurut Trio Kwek-Kwek yang sekarang jadi memeㅡpadahal aku fans beratnya mereka waktu kecil, sialan memang!

mungkin sekarang aku mulai menciptakan sebuah pemahaman atas wejangan-wejangan ibu-bapak. barangkali hidup memang persaingan ketat, dimana orang-orang berusaha saling sikut dan sikat. makin besar aku tidak selalu makin dewasa. justru keinginan untuk bertingkah seperti bocah yang apa-apa serba sah kian sering muncul, dan aku kelepasan, kadang-kadang. jadi rewel dan manja. ooh, tapi gapapa, kan, namanya juga manusia? membela diri sungguh menyenangkan. siapa lagi yang akan melakukannya kalau bukan kita sendiri? makin besar harus makin dewasa dan mandiri.

aku harus belajar untuk lebih legawa dengan diri sendiri, agar tidak ada yang menyeretku ke pinggir sungai lagi untuk memarah-marahi. memiliki persepsi baru terhadap sesuatu itu boleh-boleh saja, kok. Toh di psikologi komunikasi dijelaskan bahwa persepsi memang dinamis. aku harus jadi lebih egois sedikit, juga lebih peduli sedikit. bersyukur itu lebih dari sekedar mengucapkan terima kasihㅡmenerima dengan ikhlas dan sungguh-sungguh, juga terus menjalani kontrak-kontrak yang telah kutandatangani sebagai bentuk pertanggungjawaban. kamu juga begitu, seharusnya. tapi mari tidak banyak menuntut sebelum berkaca.

semoga huruf yang serba kecil iniㅡsebagai representasi ketidakpercayaan diriㅡsuatu saat nanti tahu caranya menempatkan diri.