Sabtu, 24 Desember 2016

Ada?

Ya, gitu
Kadang rindu dan angan suka begitu
Mengada-ada
Tentang kamu
Dan yang tiada

Rabu, 07 Desember 2016

Pengecut: Menatap Lewat Cermin

Saya punya seseorang yang sedang saya kagumi, 

Ya, tidak bisa saya katakan juga kalau saya naksir, lho, ya:)

Ya, gitu. Buat saya, perkara hati dan selera memang meruntuhkan fisik ke mana-mana. Hehe.

Sialnya, gara-gara rasa kagum itu, saya jadi suka salah tingkah sendiri. Jalannya yang biasa saja jadi kelihatan beda. Senyumnya yang biasa jadi kelihatan beda. Bahkan sampai soal remeh pun, jadi terlihat beda.

Makanya, saya mati-matian ingin menghindar sejauh mungkin, sebanyak mungkin. Tapi, dasarnya saya juga manusia, keinginan saya untuk curi-curi pandang nggak kalah besar.

Jadi, saya punya solusi, yang baru-baru ini jadi hobi.

Menatap lewat cermin.

Sekarang, saya lebih suka memunggunginya.

Kamis, 01 Desember 2016

Rindu. (Bukan Kangen)

Katamu perlu jarak untuk merindu
Waktu untuk menunggu
Ruang untuk bertemu

Dan buatku, rindu
mu cuma candu

Sama seperti sebatang dan secangkir yang selalu jadi obatmu
Katamu,
Untuk rindu

Rabu, 30 November 2016

Kangen: Sejenis Benci Yang Tidak Dapat Dikatakan

Ada jenis-jenis rindu yang tidak dapat kita katakan dengan lantangㅡsetidaknya olehku. Jenis yang satu ini mungkin salah satunya.

Saya masih setia menanti kabar. Bolak-balik menilik ponsel, menunggu. Barangkali, di antara pesan-pesan tentang ini-itu yang masuk, terselip satu baris pesan darimuㅡmengabarkan sesuatu, mungkin?

Saya memang sudah lama tidak bertanya, lama tidak menyapa, lama terlihat lupa dan abai-abai saja. Tapi, tidak, lho. Mungkin, saya dan 'saya'-'saya' lain yang kamu anggap menyebalkan ini, sebenarnya salah sekian yang paling ketar-ketir, gemas sendiri melihat kamu dan 'kamu'-'kamu' lainnya yang terlihat antusias setengah kesal. Ndak papa, lha wong kami ya pernah jadi kalian:) Gimana-gimana ya paham rasanya ngelakoni tetek-bengeknya meskipun kita beda zaman.

Sampai hari ini, sampai di mana saya masih menanti kepastian ini, saya masih tetap berdoa. Mendoakan kamu, aku, dan kita semua. Semoga tidak akan ada apa-apa yang mengganggu acara kencan kita. Semoga semuanya lancar-lancar saja tanpa hambatan dan rintangan.

Hanya karena saya sebegini bencinya, bukan berarti saya jadi tidak acuh begitu saja. Justru karena saking sayangnya, benci saya jadi sebegini besarnya. Dan rasa kangen saya nggak bisa dilontar lewat apa-apa, bahkan kalau angin bilang ia sanggup jadi perantaranya.

Pokoknya, diam-diam, saya sampaikan rindu saya, salam kangen saya, rasa sayang saya, dan rasa benci saya, lewat mimik saya yang tetap datar-datar saja. Semoga kamu tetap bisa menerimanyaㅡsaya nggak memaksa:)

Nanti Aku Leleh

Nah, kan saya sudah bilang
Ketahuan, kan

Nah, makanya saya bilang
Jangan nulis

Nanti
     aku leleh

Kamis, 06 Oktober 2016

Ramai

Hari ini, seperti biasanya, kelas ramai setengah mampus.
Hari ini, seperti biasanya, keramaian itu salah satunya disebabkan olehku.
Hari ini, seperti biasanya, di antara keramaian itu, aku tiba-tiba tercenung.
Lantas (tumben-tumbennya) bertanya,
"Sudah benarkah niat saya berangkat pagi ini?"
Lalu, bayangan cium tangan ibu tadi pagi mendadak terlintas.
Aku cuma diam, menelan ludah.

Senin, 03 Oktober 2016

Berdamai

Mulai hari ini,
Mari kita berdamai
 .
Atau setidaknya,
Biarkan aku berdamai
 .
Dengan diriku
sendiri

Aneh

Aneh

Manusia itu,
aneh

Sama sepertimu,
sama sepertiku

Kamis, 29 September 2016

Ternyata, Aku Kian Rapuh

Ceritanya, sudah susah-susah nge-charge powerbank sampe penuh, buru-buru masukin charger ke tas, dan sudah nyabut HP yang (tumben-tumbennya) bisa 100% pagi-pagi.

Ternyata,

HP-nya ketinggalan di kamar, keselip di balik bed cover yang berantakan. Baru sadar waktu sudah di parkiran motor. Kok, ya, tumben-tumbennya, niat banget pingin langsung ngabarin ibu kalau sudah sampai di kampus. Biasanya juga udah ditinggal masuk kelas dan ke kamar mandi dulu, baru buru-buru ngabarin. Kadang, malah pas kelas udah mau mulai, hahahaha.

Tadinya, aku kira nggak papa nggak ada HP buat beberapa jam ke depan. Toh, aku nggak berniat pulang malam. Mengingat malam sebelumnya demam sampe hampir 39 derajat celcius dan macetnya jalanan Surabaya kalau sudah lewat jam 4 sore. Tapi, ternyata, aku nggak setangguh yang kukira. HAHA.

Mungkin karena mata kuliah hari ini membosankan, jadi aku nggak ada mainan. Mungkin juga karena kalau bosan biasanya aku ndengerin lagunya Zion T. yang Eat, tapi aku cuma bawa earphone doang, sedangkan HP-ku bobok cantik di kamar. Mungkin juga karena aku ada janji sama orang, tapi aku jadi nggak bisa ngontak langsung orangnya. Mungkin juga karena rata-rata temen-temen doyan main HP kalo buntu, sedangkan tadi aku cuma nontonin orang main HP (dan itu nggak enak, seriusan).

Padahal, dulu, waktu camp persiapan SBMPTN, aku nggak pegang HP 2 minggu. Hamdalah masih hidup dan sehat walafiat. Aneh aja. Hari ini, cuma beberapa jam, tapi rasanya hampa setengah mampus. Mungkin karena lingkungan yang juga tidak mendukung untuk hidup tanpa teknologi. Mungkin juga karena aku yang kelewat kurang kerjaan, meskipun tugas numpuk.

Banyak kemungkinan. Banyak alasan. Banyak pembelaan. Banyak pembenaran.

Semoga kita semua akan menjadi orang yang lebih tangguh dari kemarin, dan akan makin tangguh esok hari. Untuk apapun. Untuk siapapun.

Sekarang, waktunya ngerjakan tugas Koma dulu. Yang daritadi masih kosong:)


Selasa, 27 September 2016

Biar Nggak Meletus Lagi

Balonku ada lima
Rupa-rupa warnanya
Hijau kuning kelabu
Merah muda dan biru
Meletus balon hijau
Dor!
Hatiku sangat kacau
Balonku masih empat
Takkan kugenggam kelewat erat

Jumat, 23 September 2016

Gadis di Tepian

Gadis kecil itu
Dulu suka sekali lari-lari
Tertawa riang di lapangan
Tak peduli bocah-bocah laki memandangnya heran

Gadis kecil itu
Dulu suka sekali menari-nari
Di bawah awan atau diguyur hujan
Ia tetap akan tersenyum jumawa, persetan

Gadis kecil itu
Kini terduduk di tepian, menatap bosan
Tak ada yang menarik dari jalanan
Cuma kemacetan

Gadis kecil itu
Kini bersimpuh di sudut jalan
Ia telah mati, atau setidaknya
Terganti

Sabtu, 17 September 2016

Senin, 30 Mei 2016

Kita

Sejatinya

Kita tidak pernah
Kehilangan

Karena kita

Tidak pernah
Memiliki

Senin, 23 Mei 2016

Mendekat

Rasanya jauh
Tapi biarkan aku mendekat
Karena yang jauh
Tak akan jadi dekat
Kalau jarak
Tidak dipangkas
Meski harus
Dengan keberanian
Dan air mata
Yang bercucur
Hingga kering
Oleh matahari

Minggu, 22 Mei 2016

Dunia

Di dunia yang makin keras ini, aku ingin belajar. Sesuatu yang sudah lapuk digerogoti usia dan ego manusia.

Belajar menghargai.

Agar dunia lebih ramah. Sedikit.
Agar dunia lebih lembut. Sedikit.

Minggu, 24 April 2016

Patah Hati

Aku patah hati
Entah karena apa
Dan bukan karena siapa

Aku patah hati
Mungkin karena terlalu banyak tertawa
Lalu lupa

Ternyata
Kita masih sendirian
Di dunia
Yang fana

Selasa, 05 April 2016

Sakit Sakit UN Jangan Jangan

Hari ini UN kimia.
Besok UN matematika.
Mari mengabaikan sakit gigi.
Karena masih banyak sakit yang perlu diobati.
Jangan mengabaikan sakit gigi.
Nanti kalau sudah parah bisa lebih pedih dari sakit hati.
Tolong sakit hati.
Biar bisa lebih peka sedikit lagi.
Jangan coba sakit hati.
Khawatirnya besok sakit lagi.
UN? Kalau bisa jangan. Kalau bisa jangan jangan. Kalau tidak bisa jangan. Kalau tidak bisa jangan jangan.

Sabtu, 02 April 2016

Obat dan Baper

Ternyata rindu yang terobati bisa jadi obat anti-tidur, obat anti-lapar, obat anti-haus, obat anti-lelah, obat anti-jenuh, obat anti-sedih, obat anti-galau, obat anti-bimbang, obat anti-sakit, obat anti-mainstream.

Aku baru tahu.

Sialnya, yang baru sama sekali nggak berpengaruh dalam hal itu.
Entah karena memang ikatannya yang kendor atau akunya yang agak mbulet kayak telor.

Nggak nyambung, sih, tapi nggak papa.

Yah, semoga aku bisa lebih peka dan lebih baper. Hehe.

Baper nggak salah, kok.
Malah salah kalau nggak bisa baper.
Jatuhnya lebih horor.

Percaya, deh.

Orang yang nggak bisa baper itu....

Hororlah, pokoknya.

Selasa, 29 Maret 2016

Jus Mangga dan Aslan

Pernah tidak, sih, kamu sangat lelah tapi tidak bisa tidur?

Rasanya kayak minum jus mangga waktu Lucy-nya Narnia nyari Aslan.

Nggak ada hubungannya.

Ya, memang kayak gitu.

Mungkin lelah dan nggak bisa tidur itu nggak ada hubungannya. Sama kayak jus mangga dan Lucy yang nyari Aslan. Mungkin yang kita perlukan bukan jus mangganya atau tidurnya. Mungkin yang kita perlukan adalah perenungan dalam ketenangan dalam kesendirian dalam gelapnya malam.

Bukan apa-apa. Hanya saja, bukankah manusia sudah terlalu sibuk dengan dunia sejak matahari menampakkan cercah sinarnya? Bukankah manusia sudah terlarut dalam dunia selama senja masih bertengger di cakrawala? Lalu, kapan waktunya berkaca kalau tidak menyisihkan sebagian dari yang tersisa?

Manusia memang suka begitu. Suka lupa. Suka lupa mana darat muasalnya. Suka terbang ketinggian lalu tersangkut di awan. Suka asal bicara tanpa ditata. Sampai lupa juga kalau sudah bikin banyak hati terluka lewat lidah yang katanya (enak kalau disemur) takbertulang.

Sialnya, kadang aku sendiri suka lupa,

Ah, iya, aku juga manusia.

Kamis, 24 Maret 2016

Reaksi Eksoterm di Taksi

Pernah tidak, sih, kamu duduk di kursi taksi yang hening sambil memperhatikan bapak sopirnya, lalu kamu mendadak merinding?

Kayak punggungmu baru dikelitik ekor sapi. Bonus reaksi eksoterm.

Tiba-tiba aja hawa panas keluar dan kamu merasa dingin.

Kayak ditinggalkan sendirian.
Meskipun kamu nggak sendirian.
Meski kenyataannya kita semua selalu sendirian.
Hanya seolah-olah tidak sendirian.

Rabu, 23 Maret 2016

Kacang Kapri, Teori Darwin, dan Demo Sopir Ojek dan Taksi

Kata Darwin, jerapah leher pendek gagal melalui proses seleksi alam.

Tadi, aku membuka bungkus kacang kapri goreng. Mau kutuang ke toples, ceritanya. Aku sudah menuangnya pelan-pelan, hati-hati, dan pakai perasaan (soalnya itu jajan kesukaanku). Tapi ternyata ada beberapa butir yang meleset, menggelinding cantik di atas meja dapur, sebelum akhirnya terjun bebas ke lantai--dan cuma kulihatin karena aku memang masih belum selesai nuang dan mager buat nyelamatin.

Mungkin kayak gitu gambarannya proses seleksi alam.

Kamu (atau aku) (atau kita) kurang beruntung. Bahkan kalau pun kita sudah berada di tempat yang sama, di bungkus yang sama, dan tinggal nyemplung bersama juga ke toples yang sama. Tapi, toh, kenyataannya nggak semudah itu untuk bisa terus bersama-sama sampai dikunyah dan meluncur ke lambung yang sama. Entah kamu akan menyebutnya itu takdir, kurang berusaha, atau malah saling meninggalkan.

Pernah tidak, sih, punya pikiran licik semacam, "Ah, jangan-jangan aku sengaja ditinggalkan." atau mungkin juga, "Ah, mereka lupa kalau punya teman."

Mungkin kacang kapri yang jatuh tadi sempat sedih. Mungkin dia teledor. Harusnya dia ikut nyemplung ke toples, Tapi karena terlalu kepo sama dunia di luar toples, dia lupa ke mana seharusnya dia pergi. Dan teman-temannya juga diam saja, atau mungkin sibuk sendiri-sendiri, memikirkan apa badannya sudah lengkap untuk migrasi ke dalam toples, lalu lupa kalau seharusnya sesama teman saling mengingatkan. Lalu kacang kapri yang jatuh tadi cuma bisa sedih, menyesal kenapa dia lalai, tapi juga menyalahkan kacang-kacang kapri lainnya yang nggak mengingatkan.

Di sisi lain, kacang-kacang kapri yang berhasil masuk ke dalam toples mungkin juga sedang saling menggerutu satu sama lain. Muring-muring. Kok bisa ada teman mereka yang ketinggalan. Padahal sekian lama di bungkus yang sama sudah membuat mereka berjanji untuk nggak akan saling meninggalkan--katanya, sih, kekeluargaan, Mungkin mereka menyesal juga. Kenapa tadi terlalu sibuk dengan dirinya sendiri. Tapi juga menyalahkan kacang kapri yang jatuh. Kata mereka, "Kan, itu tanggung jawab masing-masing juga. Apa kami harus selalu mengingatkan?"

Mungkin jerapah leher pendek dan panjang, dulunya, sama kayak kacang-kacang kapri yang pindah dari bungkus ke toples. Mereka harusnya sama-sama melewati proses seleksi alam--dan sama-sama lolos, andai bisa. Mungkin jerapah leher pendek sama sedihnya kayak kacang kapri yang nggak masuk toples. Dan mungkin juga, jerapah leher panjang sama menyesalnya kayak kacang kapri di toples, "Kenapa dulu nggak aku bantuin ambil makan aja? Toh, kita bisa bagi tugas. Aku ambil makan, dia siapin minum."

Mungkin juga soal seleksi alam ini kayak masalah demo sopir ojek dan taksi yang baru kemarin di ibukota--dan beberapa kota lainnya mungkin? Sopir ojek dan taksi konvensional nggak salah, kok. Mereka benar untuk membela haknya, juga bersuara. Sama halnya kayak sopir ojek dan taksi online yang juga sama-sama cari nafkah untuk keluarga.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ini memang sama kejamnya sama seleksi alam (atau mungkin lebih?). Kalau tidak jeli, kita bisa tergilas, terbuang kapan saja--sama kayak kacang kapri di luar toples dan jerapah leher pendek yang sekarang sudah punah. Tapi jelas, nggak akan ada manusia yang mau disamakan dengan jerapah leher pendek, apalagi kacang kapri goreng.

Paling tidak, sanggahan itu harusnya bisa memotivasi. Supaya kita (mungkin juga sopir ojek dan taksi beserta segenap pemimpin dan pimpinannya) nggak melulu diam melihat munculnya inovasi-inovasi baru yang memang sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat ini. Yah, kenyataannya, merealisasikan hal semacam itu pun juga nggak semudah cari tempat yang aman untuk kentut di tempat umum (yang juga sulit, versiku).

Namanya juga proses untuk lolos dari seleksi, jelas nggak akan semudah lolos lewat jalur belakang //bukan//

Pokoknya, kamu yang bisa baca sampai bagian akhir tulisan ini, mungkin kamu nggak lolos seleksi. Seleksi memanfaatkan waktu dengan baik, mungkin?