Rabu, 15 November 2017

Pendatang

Kita kebingungan dan bertanya-tanya.

"Aku baik-baik saja," katamu. Lalu tiba-tiba kamu marahã…¡membanting pintu, melempar barang, menendang kursi, menggebrak meja.

"Ada apa?" Aku bertanya, menarik napas, menghembuskannya, menarik napas lagi, kemudian menghembuskannya, dan mengulangi dengan tempo teratur.

Kamu selalu grusa-grusu dalam mengambil keputusan. Kamu bisa senang, puas, marah-marah, menghambur, lalu menangis. Dan aku akan selalu jadi bahu yang tidak dapat kamu raih, tapi selalu kamu singgahi kapan saja kamu butuh, atau mau. Kita bisa menghabiskan hari hanya dengan berbagi diam, saling bersandar tanpa bahu, berpeluk tanpa lengan, dan menggenggam lewat tatapan.

"Ada apa?" Aku bertanya sekali lagi, menarik napas sekali lagi, menghembuskannya sekali lagi, menarik napas lagi sekali lagi, kemudian menghembuskannya sekali lagi, dan mengulangi lagi sekali lagi, dan sekali lagi, mengulangi.

"Ada apa?" Kali ini, bukan kita yang berbicara. Kemudian kita kebingungan, dan bertanya-tanya.

Kita saling tatap, dan terngiang suara kita, siapa lagi kali ini?

Di pintu kamar yang terbuka setengah, kita melihat seorang dengan rambut cokelat setengah pirang yang dikepang, dengan tas punggung kuning berukuran sedang, dan sekotak bekal roti panggang.

Kita saling tatap, kali ini bertiga, kenapa kita mirip sekali, ya? Aku mendengar tiga suara berbeda yang sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar