Aku menyuapinya dengan kunang-kunang yang menyala,
sehingga kemudian dapat kulihat bibirnya yang putih kembali merona, pula kuku-kuku
ungunya memerah muda. Kurang dari empat puluh tujuh sekon yang lalu kami masih
berlarian menghindari hujan anak panah. Sebelum tiba-tiba, hutan menelan kami
lebih dalam ke perutnya.
Kukira kami akan mati karena masuk lebih dalam
mungkin berarti kami akan tinggal di sini lebih lama. Tapi dua puluh delapan
sekon lalu, kami mendengar daun-daun bergemeretak. Mulanya jauh, kemudian kian
dekat, lalu salah satu sulurnya mencubit tumitku.
“Auuuuu!” Bebatangan pohon melolong, beriringan,
bersahutan, menggema, menenggelamkan aduhanku, pun sisa-sisa keberanianku. Aku
terduduk, menyusul gadis bermanik cokelat muda yang tak berkutik sejak terjerembab
di bawah sini.
“Aku takut,” Aku mendengar bisik sepatunya yang
bergesekan dengan daun ketika ditarik mundur kemudian dipeluknya erat-erat. Aku
menghela napas sesaat, sebelum kemudian berniat mengusap surainya yang
berantakan pasca adegan berkejaran dengan tidak-tahu-siapa,
atau barangkali memberikan pelukan dan puk-puk
di punggung untuk menenangkan.
Aku baru saja mengangkat tanganku, bergeser sedikit,
“Aku juga takut,” Jemariku menciut mendengar anak rambutnya yang menjuntai
mendadak mendesis bersama hawa dingin yang menggigit saraf-saraf krause ujung-ujung jemariku, aku urung.
Hutan yang semula gelap, dingin, dan lembab,
perlahan-lahan mendapatkan sumber pencahayaan. Kukira hari telah pagi,
barangkali malam terasa lebih cepat lalu karena kami menghabiskannya dengan napas
yang menderu dan rasa takut yang menalu-nalu. Kunang-kunang beterbangan
membawakan kami air yang cukup untuk diminum berdua. Aku menjepit salah satu
yang terbang di dekat ekor mataku. Hangatnya menjalar dari jari-jari ke lengan,
lalu tubuh. Aku menangkup tanganku, meraup lebih banyak lagi, lalu mendekapnya,
dan mencoba memasukannya seekor ke dalam mulutku. Ia beterbangan, lalu meleleh
melewati kerongkonganku, mengalir seperti madu cair ke dalam lambungku dan
menggenang di sana.
Akan kusuapkan beberapa kepada Andara, sehingga
ketakutan yang melilit tubuhnya dapat menjelma jadi kekuatan untuk pulang dari
ketersesatan ini.